Mahu Ikan Atau Kail ?

“Aduh.., mengapa kemarau ini tidak berhenti-berhenti ye ?”, keluh Kaka si kancil.

“Iya laa..”, jawab Kuri si kura-kura lirih, “kalau keadaan ini berterusan, tentu dua tiga hari lagi persediaan makanan kita bakal habis.”

Kaka dan Kuri memang tinggal bersama. Mereka membuat rumah yang cukup nyaman di dalam sebuah gua kecil. Di sekitar gua sejatinya banyak ditumbuhi tanaman-tanaman yang menjadi pengisi perut mereka sehari-hari. Namun sayangnya, sejak beberapa minggu terakhir ini, panas yang berpanjangan melanda, sehingga sedikit demi sedikit tanaman yang ada mati layu kekeringan.

“Cuba kalau kita boleh memancing seperti pak Beri Beruang”, lanjut Kuri, “pastinya kita tidak perlu bimbang seperti ini.”

BRAKKKK!!!!

Kaka tiba-tiba meloncat dari kerusinya hingga tidak sengaja menjatuhkan kerusi tersebut.

“Aku ada idea!”, teriak Kaka dengan semangat .

“Ada idea ya ada idea”, gerutu Kuri yang sempat senak jantungnya gara-gara ulah Kaka tadi, “Tapi apa-apa pun janganlah sampai buat aku mati muda kawan.”

“Dengar dulu”, potong Kaka sebelum Kuri melanjutkan omelannya. “Bagaimana kalau kita minta ikan daripada pak Beri? Kan dia selalu dapat ikan yang banyak, yang lebih dari cukup untuk mengisi perut gendutnya. Pasti bakal diberinya.”

“Apakah kita akan meminta-minta ikan daripada dia selamanya? Akhirnya nanti pasti pak Beri tidak akan mahu memberikan ikan kepada kita.”, jawab Kuri sambil membetulkan kerusi yang tadi terjatuh. Lanjutnya, “Lebih baik kita minta diajari cara memancing ikan saja.”

“Ah, kau kan tahu perangai pak Beri tu?”, tukas Kaka. “Galak. Tuturnya keras, tapi susah dicerna maksudnya. Lebih baik kita minta je. Lagi pun aku malas kalau harus belajar segala.”

Kaka melangkah mendekati jendela. Matanya berbinar-binar nakal.

“Nanti akan aku carilah alasan yang berbeza setiap hari.. nanti pak Beri tentu memberikan ikan kepadaku.”, katanya. “Bagaimana Kuri, setuju tidak ni?”

Kuri termenung. Di satu sisi, ia membayangkan nikmatnya duduk santai di tepi jalan setapak ke sungai sambil menunggu pak Beri lalu membawa hasil pancingannya. Ia kenal Kaka sejak lama. Kawannya yang cerdas ini pasti dapat menemukan cara untuk membuat satu dua ikan pak Beri berpindah tangan.

Di sisi lain, ia tidak ingin hanya berpangku tangan dan bergantung kepada binatang lain. Ia juga ingin dapat memancing ikan sendiri sehingga tidak kebingungan apabila kemarau datang lagi.

“Hei, apa yang kau termenung pulak tu?”, ujar Kaka sambil menolak perlahan tempurung Kuri.

“Aku tidak bersetuju la”, jawab Kuri.

“Laa.. pasal apa pulak?"

“Iya, aku ingin cuba belajar memancing . Pasti terasa lebih nikmat kalau ikannya hasil pancinganku sendiri”.

Mata Kaka tercenung. Ia menatap tajam ke arah Kuri. Beberapa detik kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

“HAHAHAHAH!!! Kau bergurau kan? Betul ke kau mau belajar,  dari mana? Pak Beri? Nanti bertambah lapar kau.. Bersembang dengan dia cuma membuang masa aje!”, kata Kaka lantang. “Lagi pula”, lanjutnya, “Semua binatang di hutan ini kan tahu kalau kau itu lambat berpikirnya.”

Kuri tersenyum mendengar sindiran Kaka.

“Tak apalah..biar aku cuba”, jawabnya.  “Aku yakin kalau aku berusaha pasti aku akan mampu”.

Begitulah... Keesokan harinya, Kuri mulai mengikuti dan mengamati pak Beri yang sedang memancing. Ia kemudiannya mencuba untuk membuat kayu pancingnya sendiri dan menanyakan kepada pak Beri, apakah kailnya itu sesuai atau tidak. Ia juga tidak malu-malu untuk bertanya selok belok memancing dari pak Beri. Dengan tekun ia berusaha memahami apa maksud perkataan pak Beri hingga akhirnya ia berhasil membuat kayu pancing yang kuat dan kukuh.

Bagaiman dengan Si kancil? Seperti yang dirancang sedari awal, Kaka menunggu di hujung jalan hingga pak Beri lalu dan tanpa malu mengiba-iba kepadanya untuk meminta seekor ikan hasil tangkapannya. Memang Kaka itu cerdik, pak Beri pun tidak mampu menolak permintaannya.

“Lihat nih,” ujar Kaka pada Kuri sesampainya di rumah, “Ikan pemberian pak Beri. Besar bukan? Pasti lazat jika dibumbu rojak dan dimakan dengan sambal mangga. Mana ikan kau?”

Kuri menunjukkan kail buatannya dengan bangga.

“Nih”, katanya sambil tersenyum. “Hari ini aku memang belum dapat membawa ikan, tapi aku sudah dapat membuat kayu pancingku sendiri.”

“Terserahlah.. kau memang suka menyusahkan diri !,” tukas Kaka. 

Hari demi hari berlalu. Kuri terus berusaha untuk belajar teknik memancing ikan daripada pak Beri. Mulai dari memilih umpan, mencari tempat yang banyak ikannya, hingga cara menarik ikan agar tidak terlepas dari kaitannya. Kaka pun melalui hari-harinya dengan seribu satu alasan untuk dapat menakluki hati pak Beri.

Lama kelamaan, pak Beri mulai bosan dan mempersoalkan sikap si Kaka. Ia enggan lagi memberikan ikannya kepada Kaka, meskipun Kaka sudah memohon sambil berguling-guling di tanah.  Dalam pada itu, Kuri pula semakin ahli dalam memancing dan sudah dapat menangkap ikannya sendiri. Melihat Kaka yang menangis tersedu-sedu kerana tidak mendapatkan makanan hari itu, Kuri pun membahagikan ikan hasil tangkapannya pada Kaka.

“Lihat.., benar seperti yang aku katakan”, kata Kuri bijak. “Lebih baik kita berusaha sendiri daripada selalu bergantung kepada orang lain. Meskipun nampak susah, tapi jika terus mencuba, pasti kita akan mampu melakukan apa-apa sahaja.”

Kaka mengangguk perlahan. Kali ini dia setuju dengan pendapat Kuri.